Page 62 - mediajaya-ed-1-2015
P. 62
PETASAN
OLEH: RACHMAT HIDAYAT
“Dar der dor suara senapan,
Sugali anggap petasan.”
Itulah salah satu penggalan
dari lagu Iwan Fals yang cukup
popular dekade tahun 80-an
yang dapat merefleksikan bunyi
kesemarakan suara petasan yang
memekakkan telinga.
etasan banyak digunakan
untuk menyambut
Pberbagai kegiatan yang
lazim dilaksanakan oleh komunitas
Betawi di Jakarta. Tak ramai
rasanya suatu acara tanpa ada
baker petasan. Sebut saja misalnya
sewaktu akan mengarak penganten
sunat betawi; Melepas kepergian
keluarga ke tanah suci Mekkah
untuk berhaji; Pembacaan Shalawat
Nabi; Menyambut datangnya malam
takbiran/lebaran; Menyambut
datangnya besan pengantin pria;
dan segala kegiatan dan suka cita
yang dirasakan oleh masyarakat
di Jakarta. Intinya, bakar petasan
hanya sebatas untuk menandakan
dimulainya kegiatan-kegiatan
dengan nuansa kesemarakan,
kegembiraan, dan kemeriahan.
Petasan sudah ada sejak abad
ke-18. Bakar petasan dipandang
sebagai symbol sosial dan status
gengsi bagi yang memasangnya.
Ia akan dipandang sebagai orang
yang berpunya dan disegani. Di
Kemang misalnya sempat ada
seloroh, bahwa lebaran belum
akan tiba bila Kong Jabir belum
nyalain petasan. Maklum saja,
Kong Jabir, sang pemilik puluhan
kavling tanah, punya hobi bakar
petasan. Ia adalah salah seorang
terpandang di Kemang. Maka bisa
dimaklumi bila saat itu, tak banyak
yang sanggup membeli petasan dan
membelanjakan uangnya untuk
‘dibakar’ menjadi suara petasan.
Petasan menjadi bukti akan prestise
62 Media Jaya Nomor 01 Tahun 2015