Page 32 - JaKita Edisi 09 Tahun 2021
P. 32
32 SENI DAN BUDAYA
BELAJAR
HIDUP DARI
SILAT TROKTOK
Troktok tak hanya bercerita tentang jurus dan
gerakan, tapi juga melatih karakter yang gagah
berani, sopan, dan tawadhu.
etawi kaya akan ragam budaya,
termasuk seni bela dirinya. Salah
B satunya, silat Troktok. Tradisi “maen
pukulan” Betawi ini telah ditetapkan
sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pada tahun 2019 lalu.
Praktisi silat Troktok, Chairuddin optimis
tradisi ini tak akan hilang karena masih
ada putera daerah yang menjaga
budaya ini. Pesilat Troktok konsisten
mempelajari ilmunya hingga saat ini.
Alasannya, agar silat Troktok tidak punah.
Troktok dikembangkan sejak tahun 1920 an
oleh H. Marzuki di wilayah Rawa Kidang,
Cengkareng, Jakarta Barat. Dari sanalah,
seni bela diri Troktok diajarkan secara
turun temurun. “ Saya belajar Troktok dari
almarhum Bang Lukman Syukri di Ulujami,
” ujar Chairuddin yang ditemui JaKita di
kediamannya, kawasan Srengseng Sawah,
Jakarta Selatan.
Heru, sapaan akrab Chairuddin, menuturkan,
Guru KH Marzuki bin Holil merupakan seorang
tokoh masyarakat di Kampung Rawa Kidang
yang juga terkenal memiliki teknik beladiri
mumpuni.
Layaknya silat tradisi lain, Troktok tak hanya
bercerita tentang jurus dan gerakan tapi juga
mengungkap keajaiban yang terkandung di
dalamnya.
EDISI 9 TAHUN 2021
Sarana Informasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta