Page 23 - Mediajaya Edisi 3 Tahun 2020
P. 23

MEDIA JAYA EDISI | 03 2020












        KOLOM  Om Bob






                   entang  kewirausa-  setelah bos mengganggap   Satu ia jual untuk mem-  menjualnya dari rumah ke
                   haan  (entrepreneur-  reportase saya “tak berdag-  beli tanah di Kemang yang   rumah di Kemang bersama
              Tship), saya selalu ter-  ing”, Om Bob tertawa puas.   dibangunnya rumah, se-  sang istri. Karena kawasan
              ingat  seorang  pengusaha   Ia mulai menanggalkan   dangkan satu lagi dijadikan   ini dihuni banyak orang as-
              nyentrik yang saya wawa-  “keangkuhannya” dan leb-  taksi gelap yang dikemu-  ing yang telah familiar den-
              ncarai 27 tahun silam: Bob   ih “manusiawi” menjaw-  dikannya sendiri atau dis-  gan telur ayam broiler, mer-
              Sadino. Pada 1993 itu, saya   ab  pertanyaan-pertan-  ewakannya kepada orang   eka menyematkan setangkai
              bekerja sebagai reporter   yaan saya. Bahkan, seusai   lain. Malangnya, mobil tak-  bunga anggrek ke dalam se-
              lepas Pusat Data dan Anali-  wawancara, ia mengajak   si itu tertabrak. Ia tak pun-  tiap kemasan jualannya. Dari
              sa Tempo (PDAT) untuk    saya semobil dengannya,   ya cukup uang untuk mem-  pengalaman tinggal di Eropa
              mengumpulkan bahan buku   untuk  mengikuti  semi-  perbaikinya. “Hati saya ikut   dan Amerika Serikat, ked-
              Apa dan Siapa Orang Indo-  nar di sebuah gedung me-  hancur,” kenangnya. Istrin-  uanya tahu orang-orang bule
              nesia.  Selama  seperempat   wah yang pembicaranya   ya yang mantan bankir bisa   menyukai bunga berharga
              abad lebih jadi wartawan,   Bob Sadino. Hampir seten-  saja bekerja,  namun seb-  mahal di negerinya tersebut
              Om Bob-lah satu-satun-   gah hari itu saya terpes-  agai tulang punggung kel-  yang  ketika  itu  mudah  dite-
              ya narasumber yang mem-  ona kisah hidupnya. Anak   uarga Bob Sadino memilih   mukan di Jakarta. Sebuah
              buat saya harus dua kali   seorang guru yang lahir   menjadi tukang bangunan   ide mengemas bisnis yang   23
              mewawancarainya,  kare-  di Tanjung Karang, Lam-  dengan upah Rp 100 se-  kreatif!
              na hasil wawancara perta-  pung pada 1933 ini beker-  tiap minggu. “Di Kemang   Dari telur ayam negeri,
              ma dianggap gagal oleh bos   ja pertama kali di Unile-  kan  masih  ada  rawa  wak-  Bob Sadino lantas menjual
              saya. Bagaimana tidak? Ke-  ver  dalam  usia  20  tahun.   tu itu, ya saya cari ikan saja   pula daging ayam broiler. Ia
              tika saya menghubungin-  Sempat mengecap bangku   di sana buat makan, sama   juga mempopulerkan berb-
              ya pertama kali lewat tele-  kuliah di Fakultas Hukum   lalapan pohon yang ban-  agai sayuran “baru” seper-
              pon, ia mensyaratkan saya   UI, tapi Om Bob hanya be-  yak tumbuh di sana,” ceri-  ti brokoli, paprika, serta ja-
              membawa teman yang ku-   tah beberapa bulan saja.   ta Soelami dalam buku ber-  gung manis. Bisnisnya pun
              liah ekonomi. Pagi seka-  Lalu ia pindah ke perusa-  judul unik, Belajar  Goblok   menjelma supermarket Kem
              li, bersama kawan itu, saya   haan pelayaran dan ekspe-  dari Bob Sadino.  Chicks, pabrik sosis serta
              dikerjain di rumahnya yang   disi, Djakarta Llyod, yang   Prihatin melihat hidup   ham Kem Foods, pabrik pen-
              asri di Kemang, Jakarta Se-  membuatnya tinggal di Am-  Bob, Sri Mulyono Herlam-  golah sayur Kem Farms, dan
              latan. Segala teori mana-  sterdam, Belanda serta   bang, mantan Kepala Staf   sebagainya. Lima tahun si-
              jemen yang dilalap sobat   Hamburg, Jerman selama   TNI-AU yang memimpin   lam ia berpulang, mewaris-
              saya di Fakultas Ekonomi   sembilan tahun. Bosan ter-  asosiasi unggas waktu itu,   kan banyak hal yang berhar-
              Universitas Indonesia di-  us-menerus menjadi bawa-  memberikan 50 ekor bibit   ga bagi kita: semangat terus
              jungkirbalik Om Bob, ken-  han dan stres berkali-ka-  ayam negeri (broiler) asal   belajar, tahan banting meng-
              dati ia berbaik hati menya-  li ditekan atasan membuat   Belanda pada 1970.  Om   hadapi kegagalan, jejaring
              jikan sarapan omelette buat   Bob  Sadino  mudik  ke  Ja-  Bob pun belajar otodidak   pertemanan,  pandai  men-
              kami  berdua.  “Penyiksaan”   karta pada 1967, bersama   dengan berlangganan ma-  gendus peluang, ide kre-
              berlanjut ketika kami diajak   Soelami Soejoed, karyawan   jalah peternakan terbitan   atif, dan seterusnya. “Mod-
              ke ranch miliknya di Lebak   Bank Indonesia di Amerika   Belanda.  Dialah peternak   al” berwirausaha yang bukan
              Bulus, giliran pertanyaan-  Serikat, yang kelak dinika-  ayam broiler pertama di   sekadar uang, tapi sebena-
              pertanyaan saya yang “di-  hinya.                Indonesia, mengingat pe-  rnya ada dalam diri kita asal
              permainkannya”.            Om Bob membawa dua    ternakan ayam kampung   kita  terus  mengasahnya.
                 Saat  beberapa  hari  mobil Mercedes hasil jer-  yang baru ada saat itu. Ia
              kemudian  saya  kemba-   ih payahnya bekerja ham-  pula yang memperkenalkan
              li  datang  menemuinya   pir  satu  dekade  di  Eropa.   telur ayam negeri dengan                Ramdan Malik
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28