Page 31 - media_jaya_02_2014
P. 31
Riemsdijk, anggota Dewan Hindia, yang bernama Haji Entong Gendut. pekarangannya kepada para
sebagai tempat istirahatnya dikala Bersama warga Condet, ia berusaha pendatang. Rumah-rumah bergaya
menginspeksi perkebunannya yang melawan kekejaman Belanda.
minimalis menggusur keberadaan
luas di sekitar kawasan itu. Waktu Haji Entong Gendut sendiri rumah panggung khas Betawi.
itu, untuk mencapai gedung dengan adalah guru agama sekaligus Kini hanya ada sebuah rumah yang
nama Grooveld ini diperlukan pendekar yang disegani di Condet. sengaja ditetapkan oleh Pemprov
waktu lima jam dari pusat kota Sampai pada suatu waktu, 5
DKI sebagai rumah khas Betawi di
(Pasar Ikan) dengan kereta kuda. April 1916, Haji Entong Gendut Jalan Gardu, Balekambang. Adapun
Adanya gedung ini menjadikan memimpin pemuda-pemuda warga Betawi Condet sendiri, kini
kawasan tersebut terkenal hingga Condet menyerbu gedung megah banyak yang pindah ke Cilangkap,
sekarang sebagai Kampung Gedong. milik tuan tanah Belanda itu. Bambuapus, dan kawasan pinggiran
Maklum saja, saat itu hanya Pertempuran pun berkecamuk. di timur Jakarta.
Grooveld sebagai satu-satunya Merasa kewalahan, kompeni (tuan Kini Condet telah berubah.
rumah bagus nan besar di kawasan tanah) meminta bantuan pasukan Hanya ada sebagian kecil
itu.
dari Kota. Konon, Haji Entong rimbunan pohon salak dan duku
Gedung yang juga dikenal Gendut tewas ditembak kompeni di pekarangan rumah. Penetapan
dengan Vila Nova itu telah dalam pertempuran itu lalu Condet sebagai Cagar Budaya
beberapa kali berganti pemilik. mayatnya dibuang ke laut.
Betawi oleh Pemprov DKI seolah
Setiap penggantian pemilik selalu hanya memperlambat perubahan
diadakan peraturan baru yang Tergerus
Condet dari kampung agraris
memberatkan rakyat Condet. Disamping terkenal sebagai
agamis bernuansa Betawi ke
Terhadap pemuda Condet yang pusat toko minyak wangi dan arah kampung urban dengan
telah menginjak dewasa dikeluarkan barang dagangan khas Timur problematika kekotaannya.
kompenian atau pajak kepala Tengah, bila kita menyebut Condet, Kalaupun masih ada sedikit
sebesar 25 sen (nilainya kira-kira 10 maka ingatan sebagian orang-
kekhasan dan nuansa Betawi di
liter beras). Karena banyak petani orang tua - generasi tahun 50-an
Condet, tampak dijumpai sedikit
yang tidak sanggup membayar - akan tertuju kepada komunitas warung Betawi yang menjajakan
blasting (pajak) yang sangat masyarakat asli Jakarta (Betawi) asinan Betawi, cuka aren, emping
memberatkan itu, tuan tanah
dengan pernak-pernik budaya melinjo, dan gado-gado Betawi.
sering membawa petani yang tak Betawi-nya. Padahal, Condet kini Kini, masyarakat Betawi Condet
sanggup membayar ke landraad tak beda dengan kawasan lainnya di dan beragam etnis suku lainnya
(pengadilan). Akibatnya banyak Jakarta.
hidup rukun membaur bersama,
petani yang bangkrut. Penduduk Untuk menemukan rumah pun dengan etnis Arab tentunya.
yang belum membayar blasting asli atau perumahan asli Betawi
hasil sawah dan kebunnya tidak di Condet sekarang ini sangatlah *)Penulis adalah Karyawan Pemprov
DKI Jakarta
boleh dipanen. Saat seperti itulah sulit. Banyak warga asli betawi Bahan bacaan:
muncul pahlawan rakyat Condet
yang menjual rumah, tanah dan
Shahab, Alwi. ‘Betawi, Queen of he
East’ penerbit Republika, 2004.
Media Jaya l Nomor 02 Tahun 2014
31